Pages

Jumat, 11 Juni 2010

Bagaimana Berbicara dng Remaja shg Mau Mendengar

& Bagaimana Mendengar Remaja sehingga Mereka Mau Bicara

Buku ini sangat baik dibaca oleh setiap orang, khususnya orang tua yang mempunyai anak usia remaja. Seringkali terdapat perbedaan persepsi antara keinginan anak dan keinginan orang tua, dan dalam buku ini digambarkan secara jelas kiat-kiat menemukan jembatan perbedaan itu.


Awal kisah bermula dari perkumpulan yang digagas oleh seorang psikolog, kurang lebih sepuluh orang tua berkumpul setiap minggu. Mereka mempunyai anak remaja usia 12-16 tahun. Setiap pertemuan mereka menceritakan kegalauan mereka akibat ulah para remaja itu. Masing-masing remaja tentu seperti halnya manusia lainnya, unik. Namun, ternyata ada persamaan hal-hal yang menjadi dasar untuk dapat mengenal, mendekati dan memahami mereka. Berikut adalah kuncinya.


Pertama, pahami bahwa seperti diri Anda dulu, sebagian remaja merasa ini adalah saat terindah dalam hidup mereka, mereka merasa lebih ‘hidup,’ bebas, punya banyak keinginan dan inilah masa pembuktian diri. Sebagian lainnya justru ingin segera melarikan diri, karena merasa ini adalah hal tersulit dalam hidup mereka. Persepsi yang salah tentang postur tubuh ideal dan popularitas telah mengubur kepercayaan diri mereka. Oleh karenanya, apapun yang dirasakan oleh putra-putri Anda saat ini, berikan mereka dukungan dan bimbingan. Biarkan mereka mengungkapkan perasaannya.



Langkah berikutnya adalah berdamai dengan perasaan yang mereka utarakan. Daripada menangkis dan mengabaikan perasaan mereka, lebih baik identifikasi/ coba mengerti apa yang sesungguhnya mereka rasakan. Jangan justru memperlebar jurang bicara dengan berkomentar panjang lebar, cukup dengan ungkapan kecil namun bijak “ooh, mmm.. begitu ya.” Misalkan anak Anda mengalami patah hati pertama kali karena ‘pacar’nya ternyata ‘playboy.’ Di saat ia bercerita, jangan mengomentarinya dengan “tuh kan, emang dia brengsek, dari gayanya aja Mama udah tau kalau dia nakal, dia emang ga pantes buat kamu.” Sebaiknya, identifikasi perasaan mereka dengan berkata “Oh itu yang buat kamu kelihatan sedih akhir-akhir ini, pasti kamu kecewa ya...hmm, seandainya aja Ronny anak baik ya, Mama bersyukur sekali kalau kamu punya teman seperti dia.”


Dengan memahami perasaan mereka dan memberikan khayalan yang berbeda dari kenyataan, ternyata membuat remaja lebih nyaman menerima keadaan sesungguhnya dan membuat mereka merasa berhak didengar.


Setelah mampu memahami perasaan mereka, hindari melakukan perintah atau bersikap menyalahkan. Misalnya “Jangan makan pizza itu banyak-banyak” atau “Pulang sekolah taro baju yang bener di ember belakang” atau “Ini baju rusak gara-gara kamu yang cuci.” Sebaiknya berikan penjelasan atau informasi dengan cara yang baik seperti “Pizza ini cuma sedikit, karena kita sekeluarga ber-5, jadi masing-masing hanya kebagian satu dulu ya” atau “Baju ini sayang sekali selesai pakai langsung di buang ke lantai, karena kalau noda-noda minyak dan debu yang ada di lantai nempel, nanti susah hilangnya. Memang mau pakai baju yang ada corak coklatnya...?” atau “Lena sayang, lain kali sebelum cuci baju lihat dulu ya petunjuknya, biasanya ada di bagian dalam baju. Nah lihat kan, baju ini hanya boleh dicuci pakai tangan, kalau pakai mesin cuci jadi mengkerut.” Ungkapkan juga harapan Anda seperti “Mama makasih banget kamu mau bantu, mudah-mudahan kamu semakin menjadi anak yang bertanggung jawab, siapa tahu nanti kuliah jadi anak kos, yang segalanya harus mandiri.” Dengan begitu, remaja merasa bahwa dirinya mampu ‘berbuat sesuatu,’ bukan hanya ‘makhluk’ yang diperintah.


Memahami perasaan sudah, menghindari kata perintah ataupun menyalahkan sudah. Apalagi? Selanjutnya, Anda harus menentukan sikap apakah mereka harus dihukum atau tidak atas ‘kenakalannya.’ Kenapa? Karena ada sebagian anak yang merasa bahwa hukuman memang menolong mereka untuk kembali ke ‘jalan yang benar,’ namun sebagian lagi justru berpendapat itu akan membuat mereka merasa lemah, terpuruk dalam rasa bersalah yang berkepanjangan sehingga tidak lagi percaya terhadap dirinya sendiri. Celakanya, sebagian lagi justru mencari celah agar tidak lagi ‘ketahuan,’ mereka menjadi pembohong unggul! Hmm, ternyata ada alternatif hukuman lho. Caranya, begitu Anda tahu ada perbuatan mereka yang mengecewakan Anda, beritahu mereka, ungkapkan perasaan Anda, harapan Anda, beritahu mereka cara memperbaiki kesalahan, berikan tawaran/ pilihan dan lakukan aksi untuk mencegah terulangnya ‘kejadian.’ Misalnya “Papa kecewa sekali, karena tadi tanpa sengaja menemukan surat peringatan dari guru kamu di sekolah. Jadi, kamu sudah 3 hari ini bolos. Sebenarnya, Papa sangat berharap kamu senang belajar di sekolah, Papa dan Mama sedih karena tidak mudah rasanya mengumpulkan uang untuk sekolahmu nak.” Setelah Anda tahu alasan mereka, (ingat jangan mendesak alasannya) perlahan berikan mereka pandangan bagaimana memperbaiki kesalahannya, kemudian tawarkan pilihan seperti, “Besok, Papa temani ya, kita minta maaf sama-sama ke wali kelasmu. Kalau kamu bosan karena Pak gurunya ga jelas ngajarnya, kita bisa pilih tempat les yang kamu suka, yang bisa buat kamu semangat, atau mau bikin kelompok belajar?” Di hari lain, jika mereka terlihat tetap jenuh dengan pelajaran tersebut meskipun sudah memilih caranya sendiri untuk membuat kelompok belajar, lakukan aksi dengan perjanjian bahwa mereka harus tetap bertahan sampai menemukan cara yang mereka anggap paling nyaman dalam mempelajari mata ajar tersebut. Ketegasan dalam fase ini mutlak diperlukan, tidak ada salahnya menambahkan ‘ancang-ancang hukuman,’ seperti “Atau kamu mau untuk tidak main dulu sementara sebelum kamu ngerti pelajaran itu?” Jelas sekali perbedaannya, bahwa dengan hukuman kita sudah menutup rapat-rapat segala kemungkinan, namun dengan menawarkan solusi/ perjanjian kita tetap membuka peluang bagi mereka untuk memperbaiki kesalahannya.


Step selanjutnya yakni dengan bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan suatu masalah. Biarkan mereka memberikan pandangannya, begitu juga dengan Anda. Lakukan ‘brainstorming’ berdua, tulis dalam sebuah kertas. Jangan pernah mentertawakan apa yang menurut Anda ‘ide bodoh.’ Setelah itu, bersama-sama cari titik temu, mana yang bisa dilaksanakan. Misalnya anak Anda terlalu larut pulang malam, list ide yang mungkin Anda dan putra/i Anda tulis adalah ga boleh keluar malam lagi sampai nikah, jam malam diperpanjang 2 jam, Papa jemput ke tempat acara dsb. Mana yang paling mungkin untuk berdua. Misalnya jam malam diperpanjang tetapi hanya 1 jam, dan untuk acara-acara tertentu, seperti ulang tahun teman. Kuncinya, saling mendengar, saling bicara dan buat keputusan secara bersama-sama.


Dalam buku ini, langkah-langkah tadi adalah cara bijak yang perlahan-lahan diaplikasikan oleh para orang tua. Tetapi, tentu saja satu arah tidak akan cukup. Untuk itu, setelah tahapan tadi selesai, para anak dikumpulkan. Mereka diberikan kebebasan untuk menyampaikan perasaan mereka, tentang apa yang mereka inginkan dan tidak inginkan dalam rumah mereka. Apa yang mereka inginkan dari orang tua mereka dan apa yang mereka harapkan dari hubungan anak dan orang tua. Terungkap bahwa mereka ingin dimengerti, mereka tidak ingin di’judge’ harus begini harus begitu kamu begini kamu begitu. Hubungan pertemanan adalah hal yang paling nyaman yang bisa Anda ciptakan. Bicaralah dengan mereka, seperti layaknya sahabat sehati.


Bagian ini merupakan bagian yang cukup penting. Kenali teman-temannya. Ungkapkan pada diri putra/i Anda bahwa “teman adalah seseorang yang dengannya kamu bisa menjadi apa adanya dirimu, seseorang yang tidak berusaha untuk merubah kamu.” Jadi, berikan dasar-dasar seperti Anda telah belajar langkah-langkah sebelumnya, bagaimana memahami perasaan anak Anda, mengidentifikasi perasaannya dan memberikan khayalan yang berbeda dari kenyataan. Mereka pun harus melakukan hal yang sama kepada teman-temannya. Mintalah mereka melakukan hal yang sama pula kepada Anda. Tambahkan bahwa teman adalah salah satu hal paling berharga di dunia ini, jadi jika ingin dicintai mulailah mencintai, teman dan juga orang tua


Inti dari pertemuan anak dan orang tua adalah respek, sikap saling menghargai. Ceritakan apa yang Anda rasakan dan inginkan sebagai orang tua dan apa yang mereka rasakan serta inginkan sebagai anak. Hindari perselisihan dan saling menyerang. Jangan lupakan pujian, karena bisa semakin merekatkan hubungan baik Anda dan remaja. Pujilah dengan tulus usaha yang telah mereka lakukan bukan apa yang menurut Anda kedengaran ‘enak.’ Misalnya, daripada “Putri, kamu memang anak yang paling pintar!” atau “Cinta, kamu memang paling cantik!” lebih baik “Papa senang sekali semester ini kamu dapat rangking 5, Papa lihat kamu ngga pernah ngeluh setiap hari belajar dari pagi sampai sore. Papa bangga atas kerja keras kamu.” Atau “Cinta, Mama senang kamu sekarang sudah besar, bisa memilih baju yang cocok dengan usia kamu, rambutnya juga dirawat setiap hari, kamu terlihat cantik.” Pujian yang pertama terdengar manipulatif, apalagi jika anak Anda tidak merasa seperti yang Anda ucapkan. Sebaliknya, pujian yang kedua adalah ungkapan jujur Anda atas usaha mereka, dengan sendirinya mereka akan lebih menghargai diri mereka sendiri.


Terakhir, setelah hubungan baik terbina, Anda boleh mendiskusikan masalah seks ataupun obat-obat terlarang dengan putra/i Anda. Mulailah dengan bantuan radio, TV, majalah atau koran. Misalnya, di radio ada berita tentang penurunan angka kehamilan remaja belum nikah, Anda bisa mulai dengan “wah berita bagus nih, kira-kira kenapa ya, menurut kamu apa remaja sekarang sudah mulai pakai kondom? Atau... malah banyak yang tidak ingin melakukan hubungan seks sebelum nikah?” Anak Anda mungkin menjawab “Hm, ga tau deh, mungkin aja sih Pa.” Pembicaraan pun bisa berlanjut. Intinya, jangan tiba-tiba datang berceramah panjang lebar tentang hal itu ataupun menuduh mereka terlibat dalam pergaulan ‘bebas’. Anda juga perlu memberikan informasi yang jelas dan spesifik jika mereka bertanya, jangan berikan jawaban yang menggantung atau menerawang karena justru akan memicu rasa penasarannya. Jangan lupa, Anda adalah model mereka, jika tidak ingin mereka menjadi perokok, maka Anda pun jangan merokok.


Kesimpulannya, dengan berupaya bersikap responsif mendengarkan perasaan mereka (remaja), bekerja sama mencari penyelesaian masalah, mendukung mimpi dan harapan mereka, Anda telah menyampaikan kepada putra putri Anda betapa setiap hari Anda menghormati, mencintai dan menghargai mereka. Dan mereka, yang merasa dihargai oleh Anda sebagai orang tuanya, akan lebih mudah untuk menghargai diri mereka sendiri. Mereka akan lebih mudah untuk bertanggung jawab terhadap pilihan mereka dan menghindarkan diri dari perilaku yang dapat menjerumuskan dan menghancurkan masa depan mereka. Itu semua karena ‘siapapun kita, anak ataupun orang tua, perlu untuk dihargai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar