Pages

Jumat, 11 Juni 2010

Kondom dan Kesehatan Reproduksi Remaja di Republik Kongo

Republik Demokrasi Kongo (RDK) yang terletak di Afrika Tengah mempunyai jumlah penduduk lebih kurang 66 juta jiwa mempunyai status kesehatan yang cukup memprihatinkan.  Tingkat kematian ibu sebesar 990 kematian per 100.000 kelahiran hidup (diperkirakan 3.000 kematian per 100.000 kelahiran hidup dilaporkan pada wilayah-wilayah konflik). Hal ini membuat RDK menjadi salah satu negara dengan status kesehatan yang sangat memprihatinkan.  Ratio fertilitas remaja juga merupakan yang tertinggi di dunia yaitu 220 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun.  Prevalensi HIV pada orang dewasa diestimasi sekitar 4,2% hingga 5,1% dan jumlah estimasi orang dengan HIV adalah berkisar antara 450.000 sampai dengan 2.600.000 orang.


Tahun 2004, World Bank mengidentifikasi enam prioritas utama dalam rekonstruksi masalah sosial di RDK dan seluruhnya secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah kesehatan.  Prioritas utama adalah menahan laju penyebaran HIV dan rehabilitasi sektor kesehatan.  Departemen Kesehatan RDK mengidentifikasikan kesehatan reproduksi dan usaha pencegahan HIV/AIDS menjadi prioritas utama dalam strategi kesehatan mereka.  Secara khusus program nasional kesehatan reproduksi dan program pencegahan HIV/AIDS membidik remaja sebagai target.



Sebagai bagian dari program kerjasama dari Belgian Development Cooperation Programme, dilakukan studi mengenai bagaimana pendekatan hak-hak reproduksi dapat berkontribusi terhadap kebutuhan kesehatan reproduksi dan seksualitas di kalangan remaja Kongo.  Studi ini dilakukan di 2 kota yaitu Kinshasa dan Bukavu (April-May 2004).  Remaja yang dilibatkan dalam studi ini adalah berusia 13-16 tahun baik yang masih bersekolah maupun yang tidak bersekolah (N=117).  Studi ini bertujuan untuk membuka akses terhadap informasi mengenai kondom dan suplai kondom.


Kegiatan yang dilakukan untuk pengumpulan data selama studi ini berlangsung adalah dengan membentuk 11 kelompok terarah (4 di Kinshaha dan 7 di Bukavu).  Wawancara terhadap koordinator program pendidikan remaja (1 di Kinshaha dan 1 di Bukavu).


Hasil yang didapat dari studi ini adalah:




  • Banyak remaja tidak menunggu hingga menikah untuk melakukan hubungan seksual mereka yang pertama dan tidak juga menggunakan proteksi.

  • Kurangnya proteksi membawa dampak terhadap remaja perempuan.

  • Pengetahuan remaja mengenai pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan sangat rendah dan terkadang salah.

  • Banyak remaja meragukan keefektivan dari kondom dalam mencegah kehamilan.

  • Remaja tidak mengetahui kemana harus mencari kondom gratis.

  • Di Bukavu, huruf ”K” dari penggunaan Kondom telah diubah menjadi ”Percaya Diri”

  • Keputusan untuk tidak menyediakan kondom tertera dalam kebijakan yang dibuat oleh gereja.

  • Di Bukavu, koordinator program menegaskan bahwa ada risiko terhadap sosialisasi kondom karena mereka hanya mempromosikan abstinensia dan setia sebagai satu-satunya metode dalam mencegah tertular HIV.


Kesimpulan dari studi ini adalah akses remaja dan anak-anak yang berisiko, seperti anak jalanan, terhadap pendidikan seksualitas dan informasi mengenai kondom serta ketersediaan suplai kondom harus dilihat dari sudut pandang yang lebih besar, di mana hal ini termasuk dalam kebutuhan kesehatan reproduksi remaja dan hak remaja untuk mendapatkannya.  Dalam konteks di mana sistem kesehatan tidak berjalan dengan baik, rasio fertilitas remaja sangat tinggi dan prevalensi HIV juga meningkat, pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi juga sangat rendah.  Pendidikan seksualitas yang komprehensif, informasi yang akurat mengenai kondom dan ketersediaan suplai kondom yang adekuat adalah hal-hal yang esensial bagi remaja di mana mereka dapat mempunyai pilihan-pilihan yang terkait dengan masalah seksualitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar