Pages

Jumat, 18 Juni 2010

Tekan Kemiskinan, Kendalikan Tingkat Kelahiran

Upaya menekan jumlah warga yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan mencegah terjadinya kelaparan, mustahil ditempuh tanpa mengendalikan secara ketat tingkat kelahiran. Pengendalian tingkat kelahiran sulit dilakukan tanpa upaya simultan antara pemberdayaan perempuan dan peningkatan kesetaraan gender.


Demikian pernyataan Direktur Advokasi $ KIE Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sri Murtiningsih kepada Media, di Jakarta, Rabu (21/12).


Mengutip Sekjen PBB Kofi Annan, Sri Murtiningsih menjelaskan, upaya pengentasan kemiskinan, dan kelaparan itu harus ditempuh dengan kerja keras untuk meningkatkan hak asasi perempuan, investasi pendidikan dan keluarga berencana.


Pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk, jelas memiliki implikasi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan jika tidak didukung sumber daya manusia yang memadai.


Sebaliknya pembangunan kualitas sumber daya manusia juga tidak akan tercapai tanpa dukungan pertumbuhan ekonomi. Demikian pula pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kualitas sumber daya manusia sulit terlaksana jika jumlah penduduk tidak terkendali.



Indonesia telah dapat menurunkan jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa suburnya (TFR), dari rata-rata 5,6 anak pada 1970, menjadi rata-rata 2,6 anak pada 2003. Ini menyebabkan laju pertumbuhan penduduk turun dari 2,3 persen per tahun menjadi 1,4 persen. Tetapi, karena jumlah penduduk Indonesia yang besar (219 juta), penduduk Indonesia setiap tahun akan bertambah sekitar 3 juta jiwa. Sehingga BAPPENAS memproyeksikan pada 2025 penduduk Indonesia akan berjumlah 273,6 juta jiwa.


Di atas 273 juta jiwa
Jika Program KB tidak ditangani lebih serius, jumlah penduduk Indonesia akan jauh lebih besar dari 273 juta. Ini berarti beban pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota akan sangat berat dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, lapangan kerja dan lain-lain. Apalagi Indonesia masih menghadapi persoalan serius dengan kemiskinan. Sebanyak 18,2 persen (38,4 juta) jiwa masih hidup di bawah garis kemiskinan dan index mutu hidup manusia Indonesia masih pada peringkat 117 dari 175 negara (2005).


Sebagai negara yang terikat pada kesepakatan internasional seperti MDG’s dan International Conference on Population and Development (ICPD), Indonesia berkewajiban mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB) dengan serius.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat memperingati Hari Keluarga Nasional, 3 Juli 2005 menjelaskan, jika prosentase pertumbuhan penduduk terus bertambah dengan laju tinggi, sementara laju pertumbuhan ekonomi berjalan lamban, negara itu semakin tahun akan bertambah miskin.


"Kita tidak ingin laju pertumbuhan ekonomi yang kini sedang giat-giatnya kita kejar akan menjadi sia-sia karena tidak diimbangi dengan pengendalian pertambahan jumlah penduduk," kata Presiden.


Presiden menggambarkan, jika pengendalian penduduk tidak terjadi, kehidupan generasi mendatang akan lebih buruk dibandingkan dengan keadaan sekarang dan kita semua generasi saat ini akan merasa bersalah dan berdosa.


Oleh karena itulah, Presiden meminta jajaran BKKBN dan pemerintah daerah terus menggiatkan Program KB sampai ke desa-desa.


Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan tingkat kelahiran lebih banyak terjadi pada keluarga miskin dan berpendidikan rendah. Oleh sebab itu, menurut Sri Murtiningasih, BKKBN melakukan akselarasi pelayanan lebih berorientasi pada keluarga kurang mampu, rentan, daerah miskin, daerah sulit dijangkau dan daerah tertinggal,


Melihat strategisnya posisi Program KB dalam pembangunan mutu sumber daya manusia dan ekonomi, sudah sepatutnya pemerintah menempatkan Program KB sebagai prioritas dalam mewujudkan Keluarga Berkualitas yang memiliki jumlah anak ideal, sehat, berpendidikan, sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak reproduksinya.


Kajian Ascobat Gani
Bukti pentingnya program KB dalam pembangunan khususnya tentang penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan, dapat disimak dari hasil kajian ilmiah yang dilakukan Ascobat Gani, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan kebijakan Kesehatan, FKM-UI, 2000. Kajian itu membuktikan jika pemerintah daerah melaksanakan program KB akan banyak biaya yang bisa dihemat dibandingkan tanpa melaksanakan program KB.


DKI Jakarta dijadikan contoh studi kasus. Diperoleh hasil, selama 1990-2000, terjadi pengurangan pertumbuhan penduduk sebanyak 1.818.270 jiwa. Ada dua jenis manfaat langsung yang dapat diperoleh Pemerintah Daerah DKI dari pertumbuhan yang dapat dicegah, yaitu penghematan biaya Rp2,59 triliun untuk biaya pendidikan dasar dan Rp3,3 triliun untuk biaya kesehatan dasar.


Berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk penyediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan lanjutan? Berapa biaya yang telah dihemat oleh Pemerintah Indonesia atas kelahiran tertunda sebesar 30 juta penduduk seluruh Indonesia selama 30 tahun terakhir, karena kita melaksanakan program KB?


Ini bukti nyata cost benefit ratio program penurunan jumlah penduduk adalah tinggi, juga sebagai justifikasi bagi DPRD dan pemerintah daerah untuk menempatkan program KB sebagai program prioritas pembangunan di kabupaten/kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar